Peran Ayah Dalam Pengasuhan Anak

Ketika memulai pengasuhan anak dengan menggunakan model homeschooling, maka  menuntut orang tua untuk benar-benar all out dalam mendidik anak. Baik ayah maupun ibu harus siap dengan segala konsekuensinya ketika mendidik atau mengasuh putra-putrinya sendiri sepanjang waktu di rumah. Idealnya baik ayah maupun ibu sudah mempersiapkan misi dan visi keluarganya. Karena tanpa misi dan visi keluarga ini niscaya akan relatif sulit mencapai tujuan yang diharapkan. Berikutnya yang tak kalah penting adalah ilmu tentang parenting atau pengasuhan anak. Seringkali dalam satu keluarga masalah parenting atau pengasuhan anak hanya dinisbatkan kepada ibu saja tanpa melibatkan ayah di dalamnya sehingga ketika timbul permasalahan keluarga maka relatif cukup sulit untuk memecahkannya.

Pada awalnya saya memulai kegiatan pendampingan terhadap ketiga anak saya  tidak disertai ilmu parenting yang cukup dan bisa dikatakan agak "bonek/bondo nekat". Dan saya merasakan sendiri betapa sulitnya mengasuh anak. Namun lambat laun saya terus belajar dan belajar baik melalui buku, internet maupun diskusi dengan teman-teman yang memiliki visi yang sama dalam pola pengasuhan anak di rumah.

Pada awal memulai pendampingan anak di rumah, baik saya maupun istri sama-sama memiliki pekerjaan yang cukup menyita waktu. Saya berprofesi sebagai peternak, sedangkan istri sebagai dosen. Kami harus pintar-pintar membagi waktu, kapan harus bekerja dan kapan harus di rumah untuk mendampingi anak. Karena yang lebih fleksibel profesi kerjanya adalah saya, maka saya yang lebih banyak di rumah untuk mendampingi anak.  Saya di rumah merangkap sebagai fasilitator, guru, kepala sekolah, maupun teman untuk anak-anak saya. Pada waktu itu kami memiliki seorang pembantu rumah tangga untuk membantu tugas-tugas domestik rumah tangga. Seringkali yang terjadi adalah ketika kami berdua tidak berada di rumah, anak-anak menjadi lebih sering dengan pembantu. Dan ternyata ini berpengaruh kurang baik terhadap kualitas pendidikan anak. dan itulah yang terjadi pada keluarga kami. Anak-anak menjadi kurang mandiri dalam mengerjakan pekerjaan-pekerjaan domestik seperti mencuci, memasak, bersih-bersih dan sebagainya karena hampir semua pekerjaan itu sudah dikerjakan oleh pembantu.

Pada fase berikutnya, bisnis saya di peternakan meredup. Dan ini menuntut kami untuk memberhentikan pembantu kami untuk efisiensi biaya rumah tangga. Pada awalnya kami merasakan cukup kesulitan ketika tidak adanya pembantu di rumah kami. Rumah kami menjadi tidak sebersih ketika adanya pembantu. Tetapi kami bersyukur, pada saat itulah kami mulai sadar bahwa anak-anak juga harus diajari melakukan pekerjaan-pekerjaan domestik. Kini alhamdulillah sudah ada pembagian tugas domestik di antara anak-anak kami walaupun belum sempurna namun sudah cukup membantu. Anak pertama kami Azmi umur 14 tahun, memiliki tugas belanja dan memasak sayur di dapur, sedangkan anak kedua kami Azzahra umur 13 tahun, memiliki tugas membuat kue, membersihkan lantai rumah, dan mencuci baju, sedangkan untuk anak ketiga kami Arunia umur 8 tahun masih belum kami bebani tugas domestik (dan sifatnya baru pengenalan dan pembelajaran tugas-tugas domestik). Dan tugas-tugas domestik lainnya di cover oleh kami ayah maupun ibu. Idealnya anak-anak harus dikenalkan tugas-tugas domestik ini sejak kecil. Namun bagi keluarga yang sudah terlanjur dengan pola-pola seperti kami dengan memakai tenaga pembantu untuk melakukan semua pekerjaan domestik tanpa mengikutsertakan anak-anak, masih ada waktu memperbaikinya walaupun relatif lebih sulit.


Mengenali Karakter dan Gaya Belajar Anak. Dalam proses pendampingan hal yang terpenting adalah kenali karakter dan Gaya belajar masing-masing dari anak kita. Karena jelas tidak mungkin sama antara satu dengan yang lainnya. Dengan mengenali karakter dan gaya belajar anak, kita akan lebih mudah untuk membantu proses pembelajaran anak-anak kita dan membantu menemukan dan mengarahkan minat dan bakat anak-anak kita.  Azmi lebih analitis, lebih menyukai obyek tiga dimensi dan gambar-gambar bergerak dan kurang menyukai sesuatu yang bersifat membosankan . Azmi lebih menyukai sesuatu yang riil, untuk science dia sangat menyukai buku National Geography. dan beberapa buku-buku biographi seperti tentang Buya Hamka sebagai salah satu contohnya.  Pada akhirnya Azmi telah menemukan gaya belajarnya sendiri. Berbagai masalah yang terkait dengan dunia komputer yang saat ini sedang digelutinya dipelajari sendiri dengan bantuan fasilitas seperti Google dan You Tube. Sedangkan untuk Azzahra lebih unik, karena memiliki kemampuan baca di atas rata-rata. Azzahra sangat menyukai dunia literasi dan menggambar. Kemampuan literasi/menulisnya yang bagus membuat dia terpacu untuk lebih giat menulis. dan sangat menyukai kompetisi, berbeda dengan kakaknya. Azzahra pernah mewakili kab Malang untuk mengikuti Konferensi Penulis Cilik Indonesia sebanyak empat kali yaitu tahun 2012, 2014, 2015 dan 2016 untuk tingkat SD seluruh Indonesia.

Sumber Belajar. Proses pendampingan anak mutlak sangat membutuhkan sumber belajar untuk memudahkan proses pembelajaran. Adapun sumber belajar utama yang mutlak kami sediakan adalah buku-buku. Adapun buku-buku yang kami sediakan di rumah adalah buku-buku yang membuat anak lebih menyenangi dunia bacaan.. Kebetulan anak-anak kami rata-rata bersifat visual dan sangat menyukai tulisan dengan gambar-gambar yang menarik. Kami harus mengalokasikan beberapa buku baru untuk anak-anak kami tiap bulannya. Sedangkan sumber belajar berikutnya adalah internet. Kami memulai mengenalkan anak-anak pertama dan kedua kami untuk sumber belajar internet pada umur sekitar 9 dan 10 tahun (dengan tetap pengawasan dan pendampingan penuh orang tua). Dan baru kami berikan secara penuh untuk mengakses internet pada usia baligh. Dan yang terpenting adalah sebelum diberikan kepercayaan penuh untuk mengakses internet perlu diberikan penguatan secara mental dan spiritual dahulu terhadap anak-anak kita.






Komentar

Postingan Populer